Senin, 27 September 2010

BAB I dan II


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penampilan menarik dan cantik selalu diidam-idamkan oleh semua masyarakat terutama untuk kalangan perempuan, apapun yang terlihat cantik, terlihat menarik, dan trlihat mencolok serta unik pasti ingin dimiliki terutama dalam bidang kecantikan. Jadi setiap kosmetik yang ada di pasaran pasti akan diminati sesuai dengan fungsi dan manfaat dari hasil yang ngin dicapai oleh pemakainya. Walaupun dengan harga yang relatif mahal, namun bagi yang benar-benar mengiginkan kecantikan tersebut hal ini bukanlah menjadi masalah. Karena cantik telah menjadi obsesi untuk tampil menarik pada setiap yang melihatnya.

Mendapatkan hasil yang maksimal adalah keinginan yang ingin dicapai oleh setiap perempuan, jadi selain menggunakan pelembab untuk wajah terkadang mereka melengkapinya dengan penambahan warna-warna menarik pada mata dan pipi mereka. Yang semua itu dapat diemukan pada setiap kosmetik-kosmetik yang beredar dipasaran.

Untuk memperbaiki dan mempertahankan kesehatan kulit diperlukan jenis kosmetik tertentu, bukan hanya obat. Selama kosmetik tersebut tidak mengandung bahan berbahaya secara farmakologis aktif mempengaruhi kulit, penggunaan kosmetik jenis ini menguntungkan dan bermanfaat untuk kulit itu sendiri. Contohnya preparat anti ketombe, antiprespiran, doedoran, preparat untuk mempengaruhi warna kulit ( untuk memutihkan atau mencoklatkan kulit ), preparat anti jerawat, preparat pengeriting rambut, dll.

Dengan banyaknya kosmetik yang ditawarkan oleh produsen membuat kita mudah memilih dan gampang mendapatkan kosmetik dengan warna-warna yang kita inginkan. Namun karena mengutamaan keinginan tersebut masyarakat sering kali lupa akan sediaan kosmetik yang digunakan yakni apakah telah memenuhi syarat yang ditentukan atau belum sama sekali.

Hal ini terbukti pada setiap pembelian kosmetik yang ditawarkan, yakni masyarakat terutama perempuan pasti yang utama diperhatikan adalah bentuk kemasan produk, kemudian warna sediaan yang ada dalam produk tersebut. Dan jarang dijumpai masyarakat menayakan apakah produk yang ditawarkan telah memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku. Karena jika dalam produk tersebut ternyata mengunakan pewarna sintetis yakni penggunaan zat warna tambahan yang dilarang, maka hal ini akan merugikan bagi yang menggunakanya.

Secara umum terdapat beberapa jenis zat pewarna sintetis yang dilarang untuk digunakan pada kosmetik maupun yang lainya yakni zat kimia yang sangat berbahaya. Salahsatu diantaranya adalah Rhodamin B ( Bahan pewarna merah k.10 ) yang mana bila digunaka dapat mengakibatkan kanker kulit, kanker darah dan kanker sel hati.

Penggunaan bahan-bahan tersebut dalam pembuatan kosmetik yang dapat membahayakan kesehatan dan dilarang untuk digunakan sebagaimana telah tercantum dalam peraturan mentri kesehatan RI NO.445 / MENKES / PER / V / 1998 tentang bahan zat warna, substratum, zat pengawet dan tabir surya pada kosmetik.

Namun dalam hal ini masih banyak produk-produk pewarna sintetis yang ditemukan dan beredar dipasaran khususnya produk-produk illegal yakni diantaranya memalsukan nomor pendaftaran dan tidak terdaftar di Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) serta dikarenakan harganya yang terjangkau.

Untuk menghindari semua efek tersebut maka masyarakat mesti jeli dan teliti dalam memilih kosmetik. Jangan mudah tergoda akan warna yang ditampilkan serta harga yang ditawarkan akan tetapi haruslah memperhatikan efek yang ditimbulkan dari penggunaan alat kosmetik tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latarbelakang diatas maka dalam penelitian ini dikemukakan rumusan masalah yaitu : Apakah sediaan kosmetik eye shadow yang diperdagangkan dipasar sentani mengandung bahan kimia Rhodamin B?

1.3 Tujuan penelitian

Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi bahan kimia zat warna Rhodamin dan sediaan kosmetik eye shadow yang diperdagangkan dipasar sentani dengan metode kromotografi lapis tipis.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kosmetik

Kosmetik dikenal manusia sejak bra abad-abad yang lalu. Pada abad ke-19, pemakaian kosmetik mulai mendapat perhatian, yaitu selain untuk kecantikan juga untuk kesehatan. (Tranggono, 2007)

Kosmetik berasal dari kata kosmein (Yunani) yang berarti “berhias”, bahan yang dipakai dalam usaha untuk mempercantik diri ini, dahulu diramu dari bahan-bahan alami yang terdapat disekitarnya. Sekarang kosmetik dibuat manusia tidak hanya dari bahan-bahan alami tetapi juga bahan buatan untuk maksud meningkatkan kecantikan. (Wasitaatmadja 1997).

Pada tahun 1955 Lubowe menciptakan istilah “cosmedik” yang merupakan gabungan dari kosmetik dan obat yang sifatnya dapat mempengaruhi faal kulit secara positif, namun bukan obat.

Ilmu yang mempelajari kosmetika disebut “kosmetologi”yaitu ilmu yang berhubungan dengan pembuatan, penyimpanan, aplikasi penggunaan, efek dan efek samping kosmetika. (Wasitaatmadja 1997).

Dewasa ini terdapat banyak kosmetik yang dijual dipasar bebas, baik produk didalam maupun luar negeri. Jumlah yang demikian banyak memerlukan usaha penyerdehanaan kosmetik baik untuk tujuan pengaturan maupun pemakaian. Usaha tersebut berupa penggolongan kosmetika.

Kosmetika dapat dibagi atas beberapa golongan, antara lain :

§ Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI, kosmetik dibagi menjadi 13 kelompok :

1. Preparat untuk bayi, misalnya bedak bayi, minyak bayi, dll

2. Preparat untuk mandi, misalnya sabun mandi, bath capsule, dll

3. Preparat untuk mata, misalnya mascara, eye shadow, dll

4. Preparat wangi-wangian, misalnya parfum, toilet water, dll

5. Preparat untuk rambut, misalnya cat rambut, hair spray, dll

6. Preparat pewarna rambut, misalnya cat rambut, dll

7. Preparat make-up (kecuali mata), misalnya bedak, lipstik, dll

2.2 Eye shadow

Eye shadow adalah kosmetik yang diterapkan pada kelopak mata dan di bawah alis. Hal ini biasanya digunakan untuk membuat mata pemakainya menonjol atau terlihat lebih menarik.

Eye shadow menambah kedalaman dan dimensi untuk mata seseorang, melengkapi warna mata, atau hanya menarik perhatian pada mata. Eye shadow datang dalam berbagai warna dan tekstur. Hal ini biasanya terbuat dari bubuk dan mika, tetapi juga dapat ditemukan dalam bentuk cair, pensil, atau bentuk mousse.

Peradaban di seluruh dunia menggunakan eye shadow - terutama pada perempuan, tetapi juga kadang-kadang pada laki-laki. Dalam masyarakat Barat, itu dilihat sebagai kosmetik feminin, bahkan ketika digunakan oleh pria. Rata-rata, jarak antara bulu mata dan alis dua kali lebih besar pada wanita pada pria. Jadi eye shadow pucat visual membesar daerah ini dan memiliki efek feminisasi.

Dalam fashion Gothic, hitam atau berwarna gelap sama eye shadow dan jenis-jenis riasan mata yang populer di antara kedua jenis kelamin.

Tujuan pemakaian preparat eye shadow adalah untuk mengaksentuasikan mata, membuat putih biji mata tampak lebih cemerlang. Preparat ini digunakan pada kulit di dekat mata, biasanya pada kelopak mata atas. Warna-warnanya mulai dari grayblue, gray green sampai olive green. Kadang-kadang serbuk logam (bronze, emas, aluminium) ditambahkan untuk menimbulkan pancaran keperakan (metallic sheen).

Eyeshadow termasuk “ekstrem” diantara preparat dekoratif dan memerlukan bahan yang sangat aman dan cara pemakaian yang hati-hati karena dikenakan di dekat mata. Penggunaan eyeshadow sudah dilakukan sejak 4500 tahun yang lalu di Mesir.

2.3 Rhodamin B



Rhodamin B (Tetraethyl Rhodamine)

Gambar I : Rumus Bangun Rhodamin B

Nama Kimia : N-[9-(Carboxyphenyl)-6-(diethylamino)-3H-xanten-3- ylidene]- N-ethylethanaminium clorida

Nama Lazim :tetraethylrhodamine; D&C Red No. 19; Rhodamine B clorida; C.I Basic Violet 10;C.I. 45170

Rumus Kimia : C28 H31 CIN2 O3

BM : 479

Pemerian : Hablur Hijau atau serbuk ungu kemerahan

Kelarutan : sangat mudah larut dalam air menghasilkan larutan merah kebiruan dan berfluoresensi kuat jika diencerkan. Sangat mudah larut dalam alkohol, sukar larut dalam asam encer dan dalam larutan alkali. Larutan dalam asam kuat membentuk senyawa dengan kompleks antimon berwarna merah muda yang larut dalam isopropil eter. (Budavari, 1996)

Penggunaan : sebagai warna untuk sutra, katun, wol, nilon, serat asetat, kertas, tinta dan pernis, sabun, pewarna kayu, bulu, kulit dan pewarna untuk keramik China. Juga digunakan sebagai pewarna obat dan kosmetik dalam bentuk larutan obat yang encer, tablet, kapsul, pasta gigi, sabun, larutan pengeriting rambut, garam mandi, lipstik dan pemerah pipi. Pewarna ini juga digunakan sebagai alat pendeteksi dalam pencemaran air, sebagai pewarna untuk lilin dan bahan anti beku dan sebagai reagent untuk menganalisa antimoni, bismut, kobalt, niobium, emas, mangan, merkuri, molobdenum, tantalum, tallium dan tungsten. (Lyon, 1987)

Rhodamin B adalah pewarna sintetis yang digunakan pada industri tekstil dan kertas. Rhodamin B berbentuk serbuk kristal merah keunguan dan dalam larutan akan berwarna merah terang berpendar. Rhodamin B dilarang digunakan sebagai pewarna pangan dan kosmetik.

Penggunaan Rhodamin B pada makanan dan kosmetik dalam waktu lama (kronis) akan mengakibatkan gangguan pada fungsi hati maupun kanker. Namun demikian, bila terpapar Rhodamin B dalam jumlah besar maka dalam waktu singkat akan terjadi gejala akut keracunan Rhodamin B. bila Rhodamin B tersebut masuk melalui makanan akan mengakibatkan iritasi pada saluran pencernaan dan mengakibatkan gejala keracunan dengan urine yang berwarna merah maupun merah muda. Selain melalui makanan atau kosmetik, Rhodamin B juga dapat mengakibatkan gangguan kesehatan, jika terhirup terjadi iritasi pada saluran pernafasan. Mata yang terkena Rhodamin B juga akan mengalami iritasi yang ditandai dengan mata kemerahan dan timbul cairan atau udem pada mata. (Yulianti, 2007)

2.4 Kromatografi

Orang pertama yang menggunakan metode Kromatografi adalah Michael Tswett ( 1872-1919 ) yang merupakan ahli kimia kebangsaan Rusia. Kata chromatography (Kromatografi ) berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas chroma yang berarti warna dan graphein yang berarti menulis (Braithwaite and Smith, 1985).

Kromatografi didefinisikan sebagai prosedur pemisahan zat terlarut oleh suatu proses migrasi diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase atau lebih, salah satu diantaranya bergerak secara kesinambungan dalam arah tertentu dan didalam zat-zat itu menunjukan perbedaan mobiltas, yang disebabkan adanya perbedaan dalam adsorpsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul atau kerapatan ion. Jenis-jenis Kromatografi yang bermanfaat dalam analisis kualitatif dan kuantitatif yang digunakan dalam penetapan kadar dan pengujian dari Farmakope Indonesia adalah kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, kromatografi kolom, kromatografi gas dan kromatografi cairan kinerja tinggi (Anonim,1995)

Kromatografi yaitu cakupan dari berbagai macam proses yang berdasarkan pada perbedaan distribusi komponen-komponen sampel antara dua fase, yaitu fase diam dan fase gerak, yang memperkolasi melalui celah atau seluruh permukaan dari fase tertentu. Pergerakan dari fase gerak menyebabkan suatu migrasi diferensial dari komponen-komponen sampel (Pecsok, et.al, 1968).

Menurut Sudjadi (1988), kromatografi mencakup berbagai proses yang berdasarkan pada perbedaan distribusi dari penyusun cuplikan antara dua fase. Sedangkan menurut Sastrohamidjojo (1991), pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fase yaitu fase tetap dan yang lainnya fase gerak, pemisah-pemisah tergantung pada gerakan relief dari dua fase ini. Cara-cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat-sifat dari fase tetap yang dapat berupa zat padat atau cair.

Menurut Sastrohamidjojo (1991), ada empat sistem kromatografi yaitu:

1. Fase gerak zat cair-fase tetap zat padat (kromatografi serapan), meliputi:

· Kromatografi lapis tipis

· Kromatografi penukar ion

2. Fase gerak gas-fase tetap padat (kromatografi gas-padat).

3. Fase gerak zat cair-fase tetap zat cair (kromatografi partisi), contohnya kromatografi kertas.

4. Fase gerak gas-fase tetap zat cair (kromatografi gas-cair), contohnya kromatografi kolom kapiler.

Kromatografi cairan-padat atau kromatografi serapan, ditemukan oleh Tswett dan dikenalkan lembali oleh Kuhn dan lederer pada tahun 1931, digunakan sangat luas untuk analis organik dan biokimia.

2.5 Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber pada tahun 1938. KLT merupakan bentuk Kromatografi planar. Fase diam KLT berupa lapisan yang seragam (Uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oeleh lempeng kaca, pelat alumunium, atau pelat pelastik. ( Rohman, 2007 )

Meskipun demikian,kromotografi planar ini dapat dikatakan sebagai bentuk terbuka dari kromotografi kolom.

Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembnagan secara menaik (ascending), atau karena pengaruhgrafitasi pada pengembang secara menurun (descending).

Kromatografi lapis tipis dalam pelaksanaanya lebih mudah dan lebih murah di bandingkan dengan kromotografi kolom. Demikian juga peralatan yang digunakan. Dalam kromatografi lapis tipis, peralatan yang digunakan lebih sederhana, dan dapat dikatakan bahwa hampir semua laboratorium dapat melaksanakan setiap saat secara cepat.

Pada KLT, zat penyerap merupakan lapisan tipis serbuk halus yang dilapiskan pada lempeng kaca,plastik atau logam secara merata. Umumnya digunakan lempeng kaca. Lempeng yang dilapisi dapat dianggap sebagai kolom kromatografi terbuka dan pemisahan yang tercapai dapat didasarkan pada absorbsi, partisi atau kombinasi kedua efek,tergantung dari jenis dari zat penyangga, cara pembuatan dan jenis pelarut yang digunakan. KLT pada dasarnya dapat dikategorikan menjadi KLT konvensional dan KLT pengembangan sinambung. Pada KLT konvensional dilakukan dalam bejana tertutup,dengan migrasi bercak akan membesar yang disebabkan oleh difusi. KLT pengembangan sinambung membiarkan bagian atas lempeng menjulur keluar melalui sebelah celah pada tutup bejana kromotografi dan bila fase gerak mencapai celah tersebut maka akan terjadi penguapan secara sinambung yang mengakibatkan aliran pelarut yang tetap pada lempeng dan migrasi bercak berlanjut selama lempeng berada dalam bejana dan fase gerak belum habis. Kromatografi dapat dilanjutkan beberapa jam setelah pelarut mencapai tepi atas lempeng, agar terjadi migrasi bercak yang memadai. Umumnya bercak larutan baku, larutan uji dan campuran dalam jumlah yang sama, larutan uji dan larutan baku ditotolkan pada jarak tertentu dari dasar lempeng. Identitas baku pembanding dan zat uji diketahui dari jarak migrasi yang sama dari titik penotolan dan melalui pengamatan terhadap bercak baku dan zat uji yang ditotolkan sebagai campuran tidak menunjukkan kecenderungan untuk memisah (Anonim, 1995).

KLT digunakan untuk memantau kemajuan reaksi dan untuk mengenali komponen tertentu. Teknik ini sering dilakukan dengan lempeng gelas atau plastik yang dilapisi oleh fase diam yang sering kali menggunakan asam silikat dan fase gerak cair yaitu pelarut. Campuran yang akan dianalisis, diteteskan pada dasar lempengan dan pelarut akan bergerak naikoleh gaya kapiler. Umumnya, fase diam bersifat polar dan senyawa polar akan melekat lebih kuat pada lempeng daripada senyawa nonpolar,yang disebabkan oleh interaksi tarik menarik dipol. Senyawa polar cenderung berdekatan dengan tempat semula dibandingkan senyawa nonpolar. Senyawa nonpolar kurang melekat erat pada fase diam polar,sehingga bergerak maju lebih jauh ke atas lempeng. Jadi, jarak tempuh keatas lempengan merupakan cerminan polaritas senyawa. Peningkatan polaritas pelarut akan menurunkan interaksi senyawa dengan fase diam, sehingga memungkinkan senyawa dalam fase gerak bergerak lebih jauh pada lempeng. Senyawa aromatik sering kali tampak dengan menempatkan lempeng dibawah sinar UV karena senyawa aromatik menyerap cahaya UV atau dengan mencelupkan lempeng tersebut ke dalam larutan yang dapat bereaksi dengan senyawa pada lempeng dan mewarnainya.

Analisa kualitatif ditentukan berdasarkan harga Rf (retention factor), dengan rumus sebagai berikut:

12Rf=Jarak yang ditempuh komponenJarak yang ditempuh eluen">

nilai Rf berkisar antara : 0-1. Untuk menghindari pemakaian tanda decimal, maka sering digunakan harga hRf, yaitu nilai Rf dikalikan dengan factor 100. Keberulangan nilai Rf dipengaruhi oleh kejenuhan bejana, kuantitas senyawa yang ditotolkan, kondisi fase diam dan gerak, bahan pengotor.

Analisa kuantitatif dengan KLT ditentukan berdasarkan :

1. In situ, yaitu pengamatan langsung terhadap kromotogram baik secara visual atau dengan alat spektrodensitometer.

2. Tidak langsung, yaitu noda ditandai, dikerok, dilarutkan pada pelarut yang sesuai, kemudian dilanjudkan dengan teknik analisa lain seperti: spektrofotometri atau HPLC atau kromotografi gas.

2.5.1 Fase diam KLT

Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penyerap berukuran kecil dengan diameter artikel antara 10-30 µm. semakin kecil ukuran rata-rata partilel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensinya dan resolusinya.

Penyerap yang paling sering digunakan adalah silika dan serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi yang utama pada KLT adalah partisi dan adsorbs.

Tabel 1. Beberapa Penyerap fase diam yang digunakan pada KLT

Penyerap

Mekanisme Sorpsi

Penggunaan

Silica gel

Adsorpsi

Asam Amino, hidrokarbon,Vitamin, alkoloid

Silika yang dimodifikasi dengan hirokarbon

Partisi termodifikasi

Senyawa-senyawa non plar

Serbuk selulosa

Partisi

Asam Amino, Nukleotida, karbohidrat

Alumina

Adsorpsi

Hidrokarbon, ion logam, pewarna makanan, alkaloid.

Kieselguhr (tanah Diatomae)

Partisi

Gula, asam-asam lemak

Selulosa penukar ion

penukar ion

Asam nukleat, nukleotida, halide dan ion-ion logam

B-siklodekstrin

Interaksi adsorpsi stereospesifik

Campuran

Enansiomer

2.5.2. . Fase gerak pada KLT

Fase gerak pada KLT dapat dipilih, tetapi lebih sering dengan mencona-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. System yang paling sederhana adalah campuran dua pelarut organic karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah di atur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Macam-macam fase gerak yang ada antara lain : Metanol – kloroform, toluene – asetat glacial, air-metanol – larutan dapar, Aseton – air – toluene, asam glacial.

Petunjuk dalam memilih dan mengoptimalkan fase gerak :

§ Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan teknik yang sensitive.

§ Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak antara 0,2 – 0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.

§ Untuk pemisahan yang menggunakan fase diam polar seperti silikal get, polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut yang berarti juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar seperti metil benzene akan meningkatkan harga Rf secara signifikan.

§ Solut-solut ionic dan solut-solut polar lebih baik digunakan campuran pelarut sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan methanol dengan perbandingan tertentu. Penambahan sedikit asam etanoat atau amonia masing-masing akan meningkatkan solut-solut yang bersifat basa dan asam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar